Empat
Tingkat Kesucian
Dalam ajaran Buddha
terdapat empat jenis tingkatan kesucian.
Dimana hal ini dicapai bagi ia yang telah membasmi dan melemahkan
belenggu-belenggu penghalang pencapaianya. Penggolongan manusia awam/biasa pada
umumnya diluar dari empat tingkat kesucian tersebut yang disebut putthujhana/manusia biasa yang masih
tercengkram kuat oleh tiga kekotoran batin yaitu lobha/keserakahan, dosa/kebencian
dan moha/kebodohan batin.
Dalam artikel ini empat
jenis kesucian akan dibahas berdasarkan Belenggu yang disingkirkan dan kelahiran
yang tersisa. Untuk lebih jelas perhatikan table berikut:
Tingkat
Kesucian
|
Belenggu yang
Baru disingkirkan
|
Jenis
Kelahiran ulang yang tersisa
|
Sotāpanna
|
Sakkāyadiṭṭhi, (dibasmi)
Vicikiccha, (dibasmi)
Silabbataparāmāsa (dibasmi)
|
Paling
banyak tujuh kali lagi kelahiran di alam deva dan manusia dengan kondisi
bahagia.
|
Sakadāgāmi
|
Kāmarāga (hanya lemah)
Paṭigha (hanya lemah)
|
Satu
kali lagi kehidupan di alam lingkup indrawi dengan kondisi bahagia.
|
Anāgāmi
|
Kāmarāga (dibasmi)
Paṭigha (dibasmi)
|
Kelahiran
spontan di alam arūpa
|
Arahat
|
Rūparāga (dibasmi)
Arūparāga (dibasmi)
Māna (dibasmi
Uddhacca (dibasmi)
Avijjā (dibasmi)
|
Tidak
terlahir lagi/Nibbāna.
|
Keterangan
sepuluh macam belenggu:
1.
Sakkāyadiṭṭhi (kepercayaan tentang akan
adanya diri yang terpisah dan kekal/atta)
2.
Vicikiccha (keraguan terhadap Buddha dan
ajara-Nya)
3.
Silabbataparāmāsa (Kepercayaan terhadap upacara
yang tergolong dalam pandangan salah)
4.
Kāmarāga (hawa nafsu/nafsu inderia
rendah)
5.
Paṭigha (kebencian, dendam, kemauan
jahat, kedengkian)
6.
Rūparāga (kemauan/keinginan untuk hidup
di alam rūpa/materi)
7.
Arūparāga (kemauan/keinginan untuk hidup
di alam ārūpa/tanpa materi)
8.
Māna (kesombongan)
9.
Avijjā (kebodohan batin, kegelapan
batin).
Penjelasan:
Sotāpanna :
Seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian Sotāpanna, ia telah berhasil
membasmi tiga macam belenggu dari sepuluh belenggu yang menghalangi pencapaian
kesucian Arahat. Tidak akan muncul lagi kepercayaan tentang akan adanya diri
yang terpisah dan kekal/atta , tidak
akan ada keraguan terhadap Buddha dan ajara-Nya, dan tidak akan ada Kepercayaan
terhadap upacara yang tergolong dalam pandangan salah di dalam konsepsinya.
Ketiga hal tersebut ia basmi dengan pandangan benar yang berhubungan dengan Jalan
Mulia Berunsur Delapan, sehingga pemahaman tersebut dikatakan pencerahan karena
ia yang mencapai tingkatan kesucian Sotāpanna
ini, telah melihat dengan benar bahwa tiga belenggu itu merupakan penghalang.
Sakadāgāmi.
Dikatakan telah mencapai tingkatan Sakadāgāmi
bila seseorang telah membasmi tiga belenggu yang pertama dan melemahkan dua
belenggu selanjutnya. Sakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha dan Silabbataparāmāsa telah dibasmi dengan tuntas oleh Sakadāgāmi, sedangkan Kāmarāga atau hawa
nafsu rendah dan Paṭigha atau kebencian, dendam, kemauan jahat, dua hal itu
hanya dilemahkan oleh Sakadāgāmi. Dikatakan
lemah karena ia dapat mengendalikan dua belenggu tersebut namun sesungguhnya
dua belenggu tersebut masih terdapat dalam dirinya. Maka dari itu kata
melemahkan sangatlah cocok untuk menggantikan istilah ini.
Anāgāmi Seseorang yang
telah mencapai tingkatan Anāgāmi ia
tidak akan terlahir kembali di alam
manusia. Kelahiranya hanya bersisa satu kali lagi. Yaitu di alam Tusita. Di alam ini seorang Anāgāmi
terlahir secara sepontan atau opapatika. Hal ini dikarenakan usahanya yang
gigih dari penimbunan kebajikan paramita dan usahanya yang gigih dalam membasmi
belenggu-belenggu penghalang pencapaian tingkat kesucian. Seorang Anāgāmi telah membasmi Lima kekotoran
batin. Tidak ada lagi Sakkāyadiṭṭhi, Vicikiccha, Silabbataparāmāsa, Kāmarāga
dan Paṭigha di dalam dirinya. Semua itu
telah ia basmi sampai ke akar-akarnya. Sehingga ia disebut seorang Anāgāmi yaitu yang “Tak Kembali Lagi”. Yang
dimaksud tak kembali lagi disini ialah tidak akan terlahir lagi di alam manusia
dan Empat alam Apaya.
Arahat.
Arahat adalah seseorang yang telah
mencapai tingkat kesucian yang tertinggi. Ia telah menyelesaikan tugas yang
sesungguhnya. Kelahiran yang sekarang adalah kelahiranya yang terakhir. Setelah
badan atau jasmaninya hancur maka ia pun tidak akan terlahir di alam manapun
juga. Buddha memberikan perumpamaan kepada Upayisa. Ketika Upayisa menanyakan
hal ini. Perumpamaan tersebut di ibaratkan seperti hal nya api yang padam
setelah tertiup oleh angin. Tak ada yang tahu dimana letak api tersebut setelah
ia padam, begitu juga dengan seorang Arahat.
Seorang Arahat tidak akan telahir
lagi di alam manapun. Karena tidak ada kelahiran bagi arahat maka usia tua,
sakit dan kematian serta lingkaran samsara telah tiada bagi Arahat. Karena hal-hal tersebut tidak
dijumpai lagi maka ia telah mengakhiri dukkha/penderitaan. Untuk menjadi
seorang Arahat harus membasmi sepuluh
macam kekotoran batin. Sedikitpun dari sepuluh belenggu tersebut tidak ada yang
tersisa. Ketika hal itu terjadi maka seseorang tersebut adalah suci karena
tidak ada kekotoran atau belenggu di dalam dirinya.
Empat jenis kesucian
tersebut dapat dicapai atas usaha sendiri dari memahami Dhamma/kebenaran
disamping itu factor yang tidak kalah penting adalah Paramita yang akan selalu
mendukung pencapaian tersebut. Untuk lebih jelas silahkan mencari refrensi
tentang sepuluh paramita atau Dasaparami pada refrensi Buddhist.
Semoga menambah
wawasan. (http://vgbmbatam.blogspot.com/)
Refrensi:
-
Bhikkhu Bodhi. 2009. Tipitaka Tematik, Ehipassiko.
-
Panjika. 2004. Kamus Umum Buddha Dharma.
Tri Satva Buddhist Centre.
-
Tipiṭakadhara. Mingun Sayadaw. Riwayat
Agung Para Buddha 1,2 dan 3. Ehipassiko Collection dan Girimaṅgala.
-
Bhikkhu Kusaladhamma. 2009. Kronologi
Hidup Buddha. Ehipassiko Foundation.