Sang Buddha Teladan Sejati
Oleh:
Bhikkhu Indadharo
Para bhikkhu, ada satu orang yang kemunculannya di dunia ini
adalah demi kesejahteraan semua makhluk, demi kebahagiaan amat banyak makhluk,
yang datang karena kasih sayang kepada dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan
serta kebahagiaan pada dewa dan manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah
Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. (Aṅguttara Nikāya I, XIII;
1, 5, 6)
Di kehidupan bermasyarakat,
kita tidak pernah lepas dari namanya masalah. Dalam menjalani masalah tersebut
terkadang kita bisa mengatasinya dengan baik dan bijak namun juga tidak jarang
kita menyelesaikannya dengan hal-hal yang justru membawa kerugian bagi diri
kita sendiri. Sehingga dalam hidup ini kita juga membutuhkan keyakinan (Saddha)
dan semangat (Viriya) dalam menjalani hidup di lautan samsara ini. Tetapi
keyakinan yang dimaksud bukanlah keyakinan yang hanya dilandasi oleh rasa
percaya begitu saja (secara membuta), di dalam Kalama Sutta Sang Buddha
menjelaskan bahwa; “Jangan percaya hal
apapun hanya karena kamu telah mendengarnya, jangan percaya begitu saja hanya
karena hal itu telah dipergunjingkandan dibicarakan oleh banyak orang, jangan
percaya hal apapun hanya karena hal itu tertuis dalam kitab-kitab keagamaanmu,
jangan percaya hal apapun hanya karena hal itu dikatakan berdasarkan otoritas
guru-guru dan sesepuh-sesepuhmu, jangan percaya tradisi apapun hanya karena
tradisi itu telah diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya, tetapi
seteah kamu observasi dan analisis, maka ketika kamu mendapati hal apapun
sejalan dengan akal budimu dan menolongmu untuk mendatangkan kebaikan dan
manfaat bagi satu dan semua orang, maka terimalah dan jalankanlah.”
Untuk menumbuhkan
keyakinan dan semangat dalam diri, terkadang kita juga membutuhkan orang lain
yang bisa memberikan inspirasi dan keteladan. Sehingga kita bisa belajar dan
meniru hal-hal baik dari orang tersebut. Jika kita membaca riwayat hidup Sang
Buddha, maka kita akan menjumpai bermacam-macam aspek kehidupan beliau, yang
memberikan insiprasi dan keteladanan dalam menyikapi berbagai macam masalah
kehidupan yang dialami oleh semua manusia. Karena semua makhluk tidak akan
terlepas dari kamma-nya masing-masing (entah itu kamma baik maupun kamma
buruk). Seperti halnya Sang Buddha, walaupun beliau telah sempurna, namun beliau juga tidak
bisa terhindar dari akibat perbuatan buruk-Nya pada masa lampau. Seperti yang
di ceritakan dalam Buddhajayamangala
(delapan kemenangan Sang Buddha), “setelah
memperbesar perutnya dengan potongan kayu seperi orang hamil, Cinca di
tengah-tengah kerumunan banyak orang mengaku jika dirinya telah di hamili oleh
Sang Buddha. Namun Sang Buddha dapat mengatasi dengan keteguhan yakni ke damaian
batin.”
Hal ini bisa menjadi
inspirasi bagi kita, dikala kita mendapat masalah seperti di fitah oleh orang
lain, sehingga kita bisa menyelesikan dengan bijaksana tanpa menimbulkan masalah
yang baru. Karena banyak orang, ketika mengalami suatu masalah seperti halnya di
fitnah mereka menjadi gelisah, gusar, tidak tenang, takut, cemas dan sebagainya.
Hal itu bukannya dapat mengurangi masalah yang ada, malah dapat menimbulkan masalah yang baru bagi mereka.
Selain itu seperti
Devadatta yang berusaha melakukan berbagai macam cara untuk membunuh Sang
Buddha karena merasa hiri kepada beliau. Namun Sang Buddha tidak pernah
membalasnya, hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh beliau dalam Dhammapada (syair 5 Yamaka Vagga); “Kebencian tidak akan pernah berakhir
apabila dibalas dengan kebencian. Tetapi, kebencian akan berakhir bila dibalas
dengan tidak membenci. Inilah satu hukum abadi”.
Keteladanan yang
ditunjukkan oleh Sang Buddha tidak hanya setelah beliau mencapai penerangan
sempurna tetapi dari beliau masih menjadi seorang Pangeran pun sudah menunjukan
keteladanan.
Pangeran Siddhattha dikenal sebagai anak yang penuh cinta kasih dan welas asih terhadap sesama makhluk hidup. Beliau menyelamatkan kehidupan seekor belibis hutan yang pada waktu itu dipanah oleh sepupunya Devadatta. Tatkala Devadatta bersikeras meminta untuk menyerahkan belibis tersebut kepadanya dengan alasan bahwa itu adalah miliknya karena dia yang memanahnya, namun Pangeran Siddhattha tidak mau menyerahkannya dengan alasan apabila belibis itu telah mati, barulah dapat dikatakan belibis tersebut adalah kepunyaannya. Karena kenyataan belibis itu masih hidup dan Beliaulah yang menolongnya, maka Devadatta tak berhak untuk memilikinya. Beliau berpendapat tak seorang pun di dunia ini yang boleh sewenang-wenang menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Ini menunjukkan bahwa kehidupan makhluk hidup bukanlah milik orang yang ingin menghancurkannya melainkan milik orang yang menyelamatkannya.
Pangeran Siddhattha dikenal sebagai anak yang penuh cinta kasih dan welas asih terhadap sesama makhluk hidup. Beliau menyelamatkan kehidupan seekor belibis hutan yang pada waktu itu dipanah oleh sepupunya Devadatta. Tatkala Devadatta bersikeras meminta untuk menyerahkan belibis tersebut kepadanya dengan alasan bahwa itu adalah miliknya karena dia yang memanahnya, namun Pangeran Siddhattha tidak mau menyerahkannya dengan alasan apabila belibis itu telah mati, barulah dapat dikatakan belibis tersebut adalah kepunyaannya. Karena kenyataan belibis itu masih hidup dan Beliaulah yang menolongnya, maka Devadatta tak berhak untuk memilikinya. Beliau berpendapat tak seorang pun di dunia ini yang boleh sewenang-wenang menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Ini menunjukkan bahwa kehidupan makhluk hidup bukanlah milik orang yang ingin menghancurkannya melainkan milik orang yang menyelamatkannya.
Walaupun
beliau seorang pangeran yang akan mewarisi tahta kerajaan, namun beliau tidak
terlena oleh kesenangan duniawi, materi yang berlimpah ruah, kemewahan,
kedudukan atau jabatan. Berbeda dengan kebanyakan orang yang selalu terlena
dengan kesenangan-kesenangan duniawi, kemewahan, dan kedudukan. Pangeran
Siddhattha justru tidak di perbudak oleh kenikmatan duniawi, kemewahan,
kedudukan atau kekuasaan sebagai pangeran. Ditengah-tengah kejayaan sebagai
pangeran, justru Beliau menyadari adanya penderitaan umat manusia dan bertekad
mencari jalan untuk membebaskan umat manusia dari penderitaan.
Setelah
mengerti bahwa hidup ini diliputi oleh penderitaan, dimana setiap makhluk akan
mengalami tua, sakit dan mati. Akhirnya beliau meningalkan istana untuk
menemukan jalan (Dhamma) agar terbebas dari samsara, karena beliau memahami
bahwa materi, kedudukan dan kekuasaan, semata-mata hanyalah kebahagiaan semu.
Dengan tekad dan perjuangan yang gigih, bahkan sampi menyiksa diri selama 6
tahun, akhirnya petapa Gotama berhasil mencapai Pecerahan Agung. Jika tidak
disertai pengertian benar, apabila seseorang memiliki materi yang berlimpah, kekuasaan
dan kedudukan tinggi, itu hanya akan menjadi bencana yang dapat menghancurkan
kehidupan sendiri dan banyak orang. Tanpa adanya tuntunan Dhamma, maka Nibbāna atau kebahagian sejati juga
tidak akan tercapai. Oleh karena itu, tidak ada artinya jika kita hanya
memikirkan materi, kedudukan dan kekuasaan saja. Sedangkan dalam keseharian kita
tidak memiliki pengendalian diri yang baik; melalui pikiran, ucapan dan
perbuatan. Apalah artinya semuanya itu kalau tidak digunakan untuk kepentingan,
kesejahteraan, dan kebahagiaan orang banyak. Bagaimana mungkin dapat meraih
Kebahagiaan Sejati? jika materi, kekayaan, kedudukan, atau kekuasaan yang
dimiliki diperoleh dan digunakan dengan mengorbankan nilai-nilai moral,
nilai-nilai kemanusiaan, serta merobek-robek harkat dan martabat umat manusia.
Setelah
menjadi Buddha, beliau juga tidak lupa untuk membalas jasa orang tua-Nya dengan
mengajarkan Dhamma hingga mencapai tingkat kesucian. Senantiasa berkelana dari
satu dusun ke dusun yang lain, dari satu desa ke desa yang lain, dari satu kota
ke kota yang lain dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain untuk
membabarkan Dhamma kepada semua lapisan masyarakat tanpa memadang perbedaan
kasta, keturunan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, tingkatan sosial,
kekayaan, kedudukan, kekuasaan dan yang lainnya. Namun beliau membabarkan
Dhamma demi kesejahteraan, kebahagiaan, dan keselamatan banyak orang, dan lebih
daripada itu beliau juga mengajarkan apa yang telah dilaksanakan dan melaksanakan
apa yang diajarkan. Dengan kata lain, selain mengajarkan Dhamma secara teori, beliau
juga memberikan teladan bagi umat manusia. Kenyataan ini yang memperlihatkan
bahwa Sang Buddha adalah teladan sejati dan teladan agung bagi keluarga dan
seluruh umat manusia.
Tentu
masih banyak hal yang bisa kita teladani dari Sang Buddha, selain apa yang diuraikan
dalam ulasan ini. Namun dari ulasan ini betapa pentingnya sebuah keteladanan,
selain belajar teori, petunjuk dan tuntunan Dhamma Sang Buddha. Jika kita di
masyarakat mengharapkan masyarakat yang adil, damai dan makmur tentunya suatu
keteladanan sangatlah dibutuhkan. Karena tidaklah mungkin
suatu keadilan, kemakmuran dan kesejahtraan bisa terwujud jika generasi
ini tidak memberikan teladan yang baik. Demikian pula jika para pemimpin atau
para pejabat pemerintahan tidak jujur, korupsi, tidak bermoral, tentunya dapat
dipastikan para bawahan dan rakyat pun akan terpengaruh dan ikut-ikutan. Namun
sebaliknya, apabila para pemimpin atau para pejabat pemerintahan selalu
melaksanakan berperilaku dengan baik, bertidak adil, jujur serta memberikan
teladan bagi rakyatnya, maka para bawahan dan masyarakat pun akan menjadi makmur dan sejahtra. Serta akan selalu dikenang
sepanjang masa oleh masyarakat karena kebaikannya. Seperti yang terdapat dalam Dhammapada (syair ke 52 Puppha Vagga); “Harumnya bunga tak dapat melawan arah
angin, begitu pula harumnya kayu cendana, bunga tagara dan melati. Tetapi
harumnya kebajikan dapat melawan arah angin; harumnya nama orang bajik dapat
menyebar keseluruh penjuru”.
Dalam mejalani kehidupan
bermasyarakat, kita memang memerlukan contoh dan teladan yang baik. Hendakya
kita tidak hanya berharap dan mengharapkan sosok tauladan dari orang lain,
namun alangkah baiknya jika kita berusaha menjadi sosok yang tauladan dan
memberikan contoh yang baik untuk orang lain. ^_^
Sumber:
Digha Nikaya
terbitan Dhammacitta Press.
Kronologi Hidup Buddha oleh Bhikkhu Kusaladhamma
Kitab Suci Dhammapada terbitan Bahussuta Society
Paritta Suci terbitan Sangha Theravada Indonesia
No comments:
Post a Comment