Pengertian Agama
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata agama didefinisikan
sebagai suatu system, prinsip kepercayaan kepada tuhan (dewa dan sebagainya)
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan itu.
Dalam Buddha Dhamma kata agama lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau Dhamma, yang secara harafiah berarti kebenaran atau kesunyataan.
Agama Buddha sering disebut Buddha Dhamma
atau Buddha Sasana yang artinya
ajaran yang menghantarkan orang yang melaksanakannya agar hidup bahagia di
dunia, setelah kematian dapat terlahir di alam surga dan hingga pada akhirnya
mencapai tujuan tertinggi yaitu tercapainya Nibbana.
Buddha Dhamma sebagai pedoman untuk membebaskan diri dari penderitaan, sehingga
mencapai kebahagiaan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Peranan
Agama-Agama
Di dalam keyakinan umat beragama, umat Buddha hendaknya menanamkan
keyakinan yang kokoh kepada Tuhan Yang Maha Esa, Buddha, Dhamma dan Sangha,
sehingga terjalin suatu toleransi sesama agama yang ada di Indonesia. Dasar
keyakinan agar terbentuknya suatu kerukunan umat beragama dalam agama Buddha,
diikrarkan oleh raja Asoka Wardana yang merupakan salah satu raja yang berkeyakinan
terhadap Buddha. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya Prasasti Batu Kalinga
No XXII Raja Asoka yang memeluk agama Buddha pada abad ketiga sebelum masehi,
yang berbunyi:
“Janganlah kita menghormati (mazhab) sendiri dengan mencela agama orang
lain tanpa sesuatu dasar yang kuat. Sebaliknya agama
orang lain hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat
demikian, kita telah membantu agama kita sendiri untuk berkembang, disamping
pula tidak merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, kerukunanlah yang
dianjurkan dengan pengertian bahwa semua orang hendaknya memperhatikan dan
bersedia mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain”.
Selebihnya Raja Asoka juga menuliskan bahwa ”barang
siapa menghina agama orang lain, dengan
maksud menjatuhkan agama orang lain, bearti ia telah menghancurkan agamanya
sendiri”.
Kerukunan antar umat beragama memang akan
terwujud jika masing-masing agama memiliki prinsip untuk saling menghargai
agama yang lain. Jika saja tidak demikian maka kerukunan tidak akan terwujud.
Bukankah dengan adanya perbedaan maka akan tahu bahwa warna hitam dan putih
berbeda. Begitu juga dengan agama. Perbedaan agama yang ada di Indonesia jangan
dijadikan sebagai penghalang persatuan, namun jadikan sebagai pembanding satu sama
lain agar dapat mengikuti prinsip yang terbaik menurut keyakinan masing-masing.
Contoh-Contoh Kerukunan Dalam Perjalanan Sejarah
Agama Buddha
1. Upali Sutta
Diceritakan bahwa semasa hidup Sang Buddha,
Nigantha Nataputha seorang guru besar dari sekte agama Jaina mengutus
Upali seorang siswanya yang cerdik, pandai dan berpengaruh di masyarakat
untuk berdialog, memperbincangkan tentang ajaran Buddha yaitu Hukum Karma.
Setelah berdialog cukup panjang Upali
memperoleh kesadaran bahwa ajaran Buddha tentang kamma adalah yang benar. Upali
kemudian memohon kepada Sang Buddha untuk diterima sebagai muridnya. Sang
Buddha menyuruh Upali untuk memikirkannya karena Upali adalah murid dari
Guru Besar dan ternama, ia juga orang berkedudukan dan terpandang di masyarakat.
Akhirnya Sang Buddha menerima Upali sebagai
muridnya dengan mengucapkan: “Kami terima anda sebagai umatku, sebagai
muridku, dengan harapan anda tetap menghargai bekas agamamu dan menghormati
bekas gurumu itu, serta membantunya”.
Dari cerita tersebut maka tampaklah bahwa
masa kehidupan Sang Buddha telah menunjukkan demikian besarnya toleransi Sang
Buddha terhadap keyakinan atau agama lain.
2. Maha Raja
Asoka (Prasati Asoka)
Raja Asoka dalam menjalankan pemerintahannya
benar-benar menjaga toleransi dan kerukunan hidup beragama, semua agama yang
berkembang saat itu diperlakukan adil. Untuk mewujudkan kerukunan hidup
beragama tersebut, Raja Asoka telah mencanangkan Kerukunan Hidup Beragama yang
terkenal dengan “Prasasti Batu Kalinga No. XXII Raja Asoka”.
PRASASTI RAJA ASOKA
“Janganlah kita hanya menghormati agama
sendiri dan mencela agama orang lain tanpa suatu dasar yang kuat. Sebaliknya
agama orang lain pun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu.
Dengan berbuat demikian kita telah membantu
agama kita sendiri, untuk berkembang di samping menguntungkan pula agama orang
lain. Dengan berbuat sebaliknya kita telah merugikan agama kita sendiri, di
samping merugikan agama orang lain.
Oleh karena itu, barang siapa menghormati
agamanya sendiri dan mencela agama orang lain, semata-mata karena didorong oleh
rasa bakti pada agamanya sendiri dengan berpikir; bagaimana aku dapat
memuliakan agamaku sendiri. Dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan
agamanya sendiri. Oleh karena itu, kerukunanlah yang dianjurkan dengan pengertian
bahwa semua orang hendaknya mendengarkan dan bersedia mendengar ajaran orang
lain”.(Proyek Bimbingan P4, 1983/1984,: 28, SM Rasyid, 1988).
3. Era Kerajaan
di Indonesia
Pada jaman Keprabuan Majapahit telah berhasil
menghantarkan bangsa di nusantara kita ini memasuki jaman keemasan karena
adanya kerukunan hidup beragama, yakni kerukunan hidup antar umat beragama
Hindu dan umat beragama Buddha, yang berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan
negara tersebut.
Pada masa tersebut seorang pujangga besar telah
menyusun karya sastra “Sutasoma”, yang di dalam mukadimahnya tersurat
sebuah kalimat yang memiliki makna terdalam guna membina kerukunan persatuan
dan persatuan antar umat beragama, yaitu: “Siwa Buddha Bhinneka Tunggal
Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”. Kalimat sakti tersebut sekarang telah
dijadikan motto atau semboyan Bhinneka Tunggal Ika di lambang negara
garuda pancasila.
Agama-Agama Besar Di Indonesia
Agama-agama besar yang ada di Indonesia dan diakui oleh Negara republik
Indonesia yaitu Buddha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam, Hindu. Dan akhir-akhir
ini muncul agama Konghucu.
- Agama Buddha di ajarkan oleh Buddha gotama, berasal dari suku sakya kerajaan kapilawastu di India, dengan kitab sucinya Tipitaka bahasa pali dan sansekerta, tempat ibadahnya Vihara, Arama, cetiya, pagoda, dan kuil. Ibadahnya disebut dengan Puja Bakti dan biasanya dilakukan sesuai dengan kesepakatan oleh masing-masing wihara. Idealnya umat Buddha puja bakti setiap pagi dan sore.
- Agama Kristen Protestan di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
- Agama Kristen Katholik di ajarka oleh yesus Kristus dari yerussalem, kitab sucinya injil dan tempat ibadahnya Gereja.
- Agama Islam diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W dari barab Saudi kitab sucinya Alqur’an dan tempat ibadahnya masjid.
- Agama Hindu diajarkan oleh brahmana, kitab sucinya Weda dan tempat ibadahnya pura.
- Agama Kong Hu Chu diajarkan oleh Confusius. Agama ini dahulunya di cina dikenal sebagai tradisi yang berisi tatakrama, atau pesan-pesan moral, namun berjalannya waktu membuat tradisi tersebut membentuk sebuah Agama atau Kepercayaan dikalangan penduduk cina. Tempat ibadah dikenal dengan sebutan Klenteng.
Kerukunan Hidup Umat Beragama
Kerukunan hidup umat beragama akan bisa tercapai
apabila setiap golongan agama memiliki prinsip “setuju dalam perbedaan” yang
artinya mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspiraasi,
keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya. Memelihara kerukunan
antar umat beragama tidaklah berarti bahwa masing-masing agama harus
mempertahankan status masing-masing sehingga menghyambat kemajuan.
Agar kerukunan hidup beragama dapar dipelihara dengan baik, kita wajib
membina dan melaksanakan usaha-usaha kearah terbinanya kerukunan hidup yaitu:
- Tidak memaksakan kehendak
atau keyakinan kepada orang lain.
- Bekerjasama dan gotong royong untuk mengerjakan sesuatu yang menyagkut
kepentingan bersama.
- Tidak membeda-bedakan antar umat dal hal agama dan keyakinan yang dianut.
- Memberi kesempatan penuh kepada orang lain untuk menjalankan
ibadahnya.
- Menghormati orang lain yang sedang menjalankan ibadahnya.
- Saling menghormati perayaan hari besar agama.
Agama Buddha adalah agama yang menjunjung tinggi
keerukunan umat beragama. Sejarah perkembangan agama Buddha telah membuktikan
bahwa apabila kerukunan umat beragama dapat terbina, maka dengan sendirinya
akan terwujud pula persatuan dan kesatuan
bangsa.
Untuk
memelihara kerukunan hidup antar umat beragama, sang Buddha telah memberi
petunjuk berupa “enam Faktor yang Membawa Keharmonisan” atau (Saraniya Dhamma)
yaitu:
1.
Cinta kasih diwujudkan dalam cinta kasih
2.
Cinta kasih diwujudkan dalam tutur kataq
3.
cinta kasih diwujudkan dalam pikiran dan pemikiran
dengan itikad baik kepada orang lain
4.
memberi kesempatan yang wajar kepada sesamanya
untuk menikmati apa yang diperoleh secara halal.
5.
Didepan umum maupun pribadi, ia menjalankan
kehidupan bermoral, tidak berbuat sesuatu yang melukai orang lain.
6.
Didepan umum maupun pribadi, memiliki pandangan
yang sama yang bersifat membebaskan dari penderitaan dam membawanya bebuat
sesuai dengan pandangan tersebut, hidup harmonis, tidak bertengkar karena
perbedaan pendapat (Anguttara Nikaya III, 288-289).
Tiga kerukunan hidup umat beragama yaitu:
- Kerukunan intern umat
beragama, artinya harus ada
kerukunan dalam satu agama sendiri. Contohnya
antara aliran agama Buddha yaitu Theravada, Mahayana, dan Tantrayana.
- Kerukunan antar umat
beragama, artinya terdapat
kerukunan antara agama satu dengan yang lainya Contohnya antara agama
Buddha dengan Islam, Kristen dengan Hindu.
- Kerukunan antar umat
beragama dengan pemerintah, artinya
setiap kegiatan keagamaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan
kebijaksanaan pemerintah. Contohnya dalam hal pendataan, pengandaan kitab
suci, dan pembinaan umat.
Tiga kerukunan hidup beragama merupakan landasan
utama yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Sikap-Sikap Dalam Kehidupan Bermasyarakat
1. Eksklusivisme
Adalah suatu paham yang mempunyai kecenderungan
untuk melihat kelompoknya sendiri sebagai satu-satunya yang ada, sedangkan
keberadaan kelompok lain tidak termasuk dalam perhitungan atau dipandang sebagai
serba kurang dari kelompoknya sendiri.
2. Inklusivisme
Adalah suatu paham yang mencakup atau terbuka
artinya kenyataan diluar lingkungannya tidak ditolak, melainkan dicakup, diakui
keberadaannya dan diberi perhatian, bukan untuk menghilangkan tetapi untuk
menghargainya.
3. Paralelisme atau Pluralisme
Orang-orang yang menganut paham ini bertumbuh dari
sikap eksklusivisme menjadi terbuka kepada orang lain. Keberadaan kelompok
paham ini dapat memperkaya kelompoknya, sikap menghargai kelompok lain dengan
memandang sebagai bermakna dalam dirinya sendiri, dan terbuka menerima kelompok
lain juga disebut paralelis, artinya sikap sejajar karena menerima kemajemukan.
4. Utuh terbuka
Adalah sikap menghormati orang lain dan budaya
lain, serta sekaligus tradisi mereka sehingga nilai-nilai budaya tidak menjadi
prinsip-prinsip tetapi penghayatan yang membentuk tradisi. Sikap ini tumbuh
melalui perkembangan sikap inklusivisme dan pluralisme.
Berikut ini merupakan bentuk dan wujud yang dapat
mempengaruhi hubungan antar umat beragama yakni:
1. Konflik atau pertentangan
Adalah sebuah suasana hubungan dimana mereka yang
berbeda agama dan budaya, baik pribadi maupun kelompok saling bententangan.
2. Toleransi
Suatu sikap yang tidak menolak
perbedaan-perbedaan. Dalam toleransi, bahan komunikasi sangat terbatas dan
konflik yang disadari bersama dapat menjadi awal tumbuhnya toleransi di antara
sesame umat beragama.
3. Dialog
Sebuah situasi untuk mengatasi
konflik. Meskipun masih dengan bahan yang sangat terbatas, dan menjadi situasi
tukar menukar inspirasi dimana nilai-nilai luhur masing-masing agama saling
diungkap untuk dimungkinkan menjadi kekayaan bersama.
- Persaudaraan
Sejati
Adalah sebuat sarana yang dapat dibangun berdasarkan toleransi dan
dialog, yakni ketika orang –orang sudah merasakan banyak hal sebetulnya sama
dengan ajaran-ajaran agama.
F. Tujuan
Hidup Merurut Agama Buddha
Tujuan Akhir umat Buddha
adalah Nibbana. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu dan
kekotoran-kekotoran batin. Nibbana
disebut Asankhata Dhamma yang sulit
dibabarkan sebagaimana keadaan gelap yang hanya dapat dialami jika dukkha telah disadari. Disatu sisi
Buddha pernah mengungkapkan ”ketika seseorang mengenali rasa manis pada gula,
begitu juga ia akan mengetahui rasa gula. Ketika seseorang telah mampu
melenyapkan kekotoran batin, maka ia akan tahu bahwa Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi.
Sumber:
Cornelis Wowor, MA, Hukum Kamma Buddhis, Jakarta, Arya Surya Chandra, 1990
Dharma K. Widya, Siwa-siswa Utama Sang Buddha (1),
Jakarta, CV Payung Mas, 2003
Jan Sanjivaputta, Kitab Suci Dhammapada, LPD Publisher.
Mahathera Narada, Dhammapada Atthakatha, Terjemahan
Tangkas K. Dan Oka Diputera Drs., Ped. Proyek Pengandaan Kitab Suci buddha.
Panjika, Pokok Pokok Ajaran Buddha, Anna House,
Jakarta, 1988
Sangha Theravada
Indonesia, Dhammapada Atthakatha,
Jakarta, sarira Club, 1999
Sangha Theravada
Indonesia, Paritta-Kumpulan Doa Buddhis,
Jakarta, Yayasan Jakarta Dhammacakka Jaya, 1996
Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha, Jakarta: Yayasan
Penerbit Karaniya
Sutta Pitaka, Digha Nikaya I, Jakarta: Proyek
Pengandaan Kitab Suci Buddha, Departeman Agama RI., 1980
Uttamo Thera, Bhante, Kumpulan Tanya Jawab Dhama, Mwdan, Karya
Maju, 2004
Widyadharma S. Maha
Pandita, Riwayat Hidup Buddha Gotama,
Jakarta, Penerbit Cetiya Vatthu Daya, 1999
No comments:
Post a Comment